Selasa, 25 Januari 2011

KASUS MALPRAKTEK KEPERAWATAN

MALPRAKTEK

• PENGERTIAN MALPRAKTEK

Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dsn ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama.
Perumusan malpraktek / kelalaian medik yang tercantum pada pasal 11 masih dapat dipergunakan, yaitu :

 Dengan tidak mengurangi ketentuan – ketentuan di dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan lain,maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
 Melalaikan kewajiban
 Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga keehatan.

Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum “De minimis noncurat lex “.

Pasien / keluarga menaruh kepercayaan kepada dokter, karena :

 Dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menyembuhkan penyakit atau setidak-tidaknya meringankan penderitaan.
 Dokter akan bertindak dengan hati-hati dan teliti
 Dokter akan bertindak berdasarkan standar profesinya.
Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika :
 Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran.
 Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standard profesi
 Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan hukum
 Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.

CONTOH KASUS :
 Seorang dokter memberi cuti sakit berulang kali kepada seoranhg tahanan padahal orang tersebut mampu menghadiri sidang pengadilan perkaranya.Dalam hal ini dokter terkena pelanggaran KODEKI Bab-1 pasal 7 dan KUHP pasal 267.
 Seorang penderita gadar di suatu RS dan ternyata memerlukan pembedahan segera.Ternyata pembedahan tertunda-tunda, sehingga penderita meninggal dunia.Pelanggaran etik hukum khusus ini ada 2 kemungkinan.
PENANGANAN MALPRAKTEK
Tugas P3EK ialah menangani kasus-kasus malpraktek etik yang tidak dapat ditanggulangi oleh MKEK, dan memberi pertimbangan sertausul-usul kepada pejabat yang berwenang.

Senin, 24 Januari 2011

KASUS KASUS MALPRAKTEK KEPERAWATAN

MALPRAKTEK

MALPRAKTEK.
Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan melakukan malpraktek makin meningkat dimana-mana, termasuk di negara kita. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya. Disisi lain para dokter dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tugas profesinya dengan hati-hati dan penuh tanggung jawab. Seorang dokter hendaknya dapat menegakkan diagnosis dengan benar sesuai dengan prosedur, memberikan terapi dan melakukan tindakan medik sesuai standar pelayanan medik, dan tindakan itu memang wajar dan diperlukan.
Di Negara-negara maju tiga besar dokter spesialis menjadi sasaran utama tuntutan ketidaklayakan dalam praktek, yaitu spesialis bedah (ortopedi, plastic dan syaraf), spesialis anestesi dan spesialis kebidanan & penyakit kandungan.

Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim di pergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Yang dimaksud dengan kelalaian disini adalah sikap kekurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran dibawah standar pelayanan medik.

Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum “De minimis noncurat lex,” yang berarti hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminil.

Tolak ukur culpa lata adalah:

1. Bertentangan dengan hukum

2. Akibatnya dapat dibayangkan

3. Akibatnya dapat dihindarkan

4. Perbuatannya dapat dipersalahkan

Jadi malpraktek medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran di bawah standar.

Malpraktek medik murni (criminal malpractice) sebenarnya tidak banyak dijumpai. Misalnya melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya dokter yang sengaja melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi, histerektomi dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi semata-mata untuk mengeruk keuntungan pribadi. Memang dalam masyarakat yang menjadi materialistis, hedonistis dan konsumtif, dimana kalangan dokter turut terimbas, malpraktek diatas dapat meluas.

Pasien/keluarga menaruh kepercayaan kepada dokter, karena:

- Dokter mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menyembuhkan penyakit atau setidak-tidaknya meringankan penderitaan.
- Dokter akan bertindak dengan hati-hati dan teliti
- Dokter akan bertindak berdasarkan standar profesinya.

Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:
- Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran
- Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi (tidak lege artis)
- Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati
- Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum

Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka ia hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian kerena kelalaian, maka penggugatan harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut:

- Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien
- Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan
- Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya
- Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar

Kadang-kadang penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian yang tergugat. Dalam hukum terdapat suatu kaedah yang berbunyi “Res Ipsa Loquitur”, yang berarti faktanya telah berbicara, misalnya terdapatnya kain kasa yang tertinggal di rongga perut pasien, sehingga menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini maka dokter lah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.

Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana. Dalam arti pidana (kriminil), kelalaian menunjukkan kepada adanya suatu sikap yang sifatnya lebih serius, yaitu sikap yang sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya resiko yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau mati, sehingga harus bertanggung jawab terhadap tuntutan kriminal oleh Negara.

Contoh Kasus
1. Seorang dokter memberi cuti sakit berulang-ulang kepada seorang tahanan, padahal orang tersebut mampu menghadiri sidang pengadilan perkaranya. Dalam hal ini dokter terkena pelanggaran Kode Etik Kedokteran (KODEKI) Bab-I pasal 7 dan KUHP pasal 267.
KODEKI Bab I pasal 7
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya.
KUHP pasal 267Dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang adanya atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dihukum dengan hukuman penjara selama 4 tahun.

2. seorang penderita gawat darurat dirawat di suatu rumah sakit dan ternyata memerlukan pembedahan segera. Ternyata pembedahan tertunda-tunda, sehingga penderita meninggal dunia. Pelanggaran etik dan hukum kasus ini ada 2 kemungkinan:

a. jika tertundanya penbedahan tersebut disebabkan kelalaian dokter, maka sikap dokter tersebut bertentangan dengan lafal sumpah dokter, KODEKI Bab II pasal 10 dan KUHP pasal 304 dan 306
Lafal sumpah dokter:

Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita.
KODEKI Bab II pasal 10

Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas kemanusiaan.KUHP pasal 304
Barang siapa yang dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan seseorang dalam kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi kehidupan, perawatan dan pemeliharaan berdasarkan hukum yang berlaku baginya atau karena suatu perjanjian, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 tahun 8 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-KUHP pasal 306(2) jika salah satu perbuatan tersebut berakibat kematian, maka bersalah dihukum dengan hukuman perjara selama-lamanya 9 tahun.

b. jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan keluarga penderita belum membayar uang panjar untuk rumah sakit, maka rumah sakitlah yang terkena pasal-pasal KUHP 304 dan 306, sedang dokter terkena pelanggaran KODEKI.

Jadi walaupun kesadaran hukum meningkat akhir-akhir ini, namun untuk menegakkan hukum itu di tengah-tengah masyarakat, masih menghadapi hambatan-hambatan. Hambatan lain tentunnya, bahwa unsur-unsur penegak hukum kadang kala belum siap menangani kasus-kasus yang diajukan, karena terbatasnya pengetahuan dalam bidang medik dan belum adanya perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kasus-kasus yang diajukan.

Walaupun dalam KODEKI telah tercantum tindakan-tindakan yang selayaknya tidak dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya, akan tetapi sanksi bila terjadi pelanggaran etik tidak dapat diterapkan dengan seksama.

Dalam etik sebenarnya tidak ada batas-batas yang jelas antara boleh atau tidak, oleh karena itu kadang kala sulit memberikan sanksi-sanksinya.

Di negara-negara maju terdapat Dewan Medis (Medical Council) yang bertugas melakukan pembinaan etika profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan terhadap etik kedokteran.

Di Negara kita IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun demikian, MKEK ini belum lagi dimanfaatkan dengan baik oleh para dokter maupun masyarakat.

Masih banyak kasus yang keburu diajukan ke pengadilan sebelum ditangani oleh MKEK. Oleh karena fungsi MKEK ini belum memuaskan, maka pada tahun 1982 Departeman Kesehatan membentuk Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK) yang terdapat pula di pusat dan di tingkat propinsi.

Tugas P3EK ialah menangani kasus-kasus malpraktek etik yang tidak dapat ditanggulangi oleh MKEK, dan memberi pertimbangan serta usul-usul kepada pejabat berwenang.Jadi instansi pertama yang akan menangani kasus-kasus malpraktek etik ialah MKEK cabang atau wilayah. Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK Propinsi dan jika P3EK Propinsi tidak mampu menanganinya maka kasus tersebut diteruskan ke P3EK Pusat.

Begitu juga kasus-kasus malpraktek etik yang dilaporkan kepada propinsi, diharapkan dapat diteruskan lebih dahulu ke MKEK Cabang atau Wilayah. Dengan demikian diharapkan bahwa semua kasus pelanggaran etik dapat diselesaikan secara tuntas.

Tentulah jika sesuatu pelanggaran merupakan malpraktek hukum pidana atau perdata, maka kasusnya diteruskan kepada pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah bahwa oleh karena kurangnya pengetahuan pihak penegak hukum tentang ilmu dan teknologi kedokteran menyebabkan dokter yang ditindak menerima hukuman yang dianggap tidak adil.

KASUS KASUS MALPRAKTEK KEPERAWATAN

PEMBUKTIAN MALPRAKTEK DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indicator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari. Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimitris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.
Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan ciminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :
a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :

1. Cara langsung

Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga
perawatan haruslah bertindak berdasarkan
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah ada informed consent.
b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.
c. Direct Causation (penyebab langsung)
d. Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).

2. Cara tidak langsung

Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi
pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.
gugatan pasien .
C. Upaya pencegahan dalam menghadapi tuntutan malpraktek
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya. 18
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan 19 dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.

SEJARAH KEPERAWATAN DUNIA DAN DI INDONESIA

sejarah keperawatan dunia, Keperawatan pada beberapa bangsa dan Negara sejak jaman dahulu:

A. Mesir
Bangsa mesir pada zaman purba telah menyembah banyak dewa. Dewa yang terkenal antara lain Isis. Mereka beranggapan bahwa dewa ini menaruh minat terhadap orang sakit dan memberikan pertolongan pada waktu si sakit sedang tidur. Didirikanlah kuil yang merupakan rumah sakit pertama di mesir
Ketabiban
Ilmu ketabiban terutama ilmu bedah telah dikenal oleh bangsa mesir zaman purba (± 4800 SM). Dalam menjalankan tugasnya sebagai tabib ia menggunakan bidai (spalk), alat-alat pembalut, ia mempunyai pengetahuan tentang anatomi, Hygienr umum serta tentang obat-obatan. Didalam buku-buku tertulis dalam kitab Papyrus didalamnya memuat kurang lebih 700 macam resep obat-obatan dari Mesir
B. Babylon dan syiria
Ilmu pengetahuan tentang anatomi dan obat-obat ramuan telah diketahui oleh bangsa Babylon sejak beberapa abad SM. Pada salah satu tulisan yang menyatakan bahwa pada 680 SM orang telah mengetahui cara menahan darah yang keluar dari hidung dan merawat jerawant pada muka.
Bangsa Babylon menyembah dewa oleh karena itu perawatan atau pengobatan berdasarkan kepercayaan tersebut.
C. Yahudi kuno
Ilmu pengetahuan bangsa Yahudi banyak di peroleh dari bangsa Mesir. Misalnya : cara-cara memberi pengobatan orang yang terkenal adalah Musa. Ia juga dikenal sebagai seorang ahli hygiene. Dibawah pimpinannya bangsa Yahgudi memajukan minatnya yang besar terhadap kebersihan umum dan kebersihan diri.
Undang-undang kesehatan bangsa Yahudi menjadi dasar bagi hygiene modern dimana cara-cara dan peraturannya sesuai dengan bakteriologi zaman sekarang, misalnya :
1. Pemeriksaan dan peminilah bahan makanan yang akan di makan
2. Mengadakan cara pembuangan kotoran manusia
3. Pelarangan makan daging babi karena dapat menimbulkan suatu penyakit
4. Memberitahukan kepada yang berwajib bila ada penyakit yang berbahaya, sehingga dapat diambil tindakan

D. India
Bangsa India (Hindu) di zaman purba telah memeluk agama Brahmana, disamping memuja dan meminta pertolongan kepada dewa (dikuil) untuk menyembuhkan orang sakit. Di India telah terdapat RS khususnya di Utara saat pemerintahan Rasa Asoka, ± 8 RS dimana sebagian kemudian dijadikan sekolah-sekolah pengobatan dan perawatan

E. Tiongkok
Bangsa Tiongkok telah mengenal penyakit kelamin diantaranya gonorhoea dan syphilis. Pencacaran juga telah dilakukan sejak 1000 SM ilmu urut dan psikoterapi.
Orang-orang yang terkenal dalam ketabiban :
1) Seng Lung
Dikenal sebagai "Bapak Pengobatan, yang ahli penyakit dalam dan telah menggunakan obat-obat dari tumbuh-tumbuhan dan mineral (garam-garaman). Semboyannya yang terkenal adalah Lihat, Dengar, Tanya, Rasa.
2) Chang Chung Ching ± 200 Sm telah mengerjakan lavement dengan menggunakan bamboo

F. Yunani
Bangsa Yunani zaman purba memuja dan memuliakan banyak dewa (polytheisme) dewa yang terkenal adalah dewa yang dianggap sebagai dewa pengobatan putri dan dewa yang bernama hygiene sebagai Dewi kesehatan, maka timbullah perkataan higyene.
Untuk pemujaan terhadap para dewa didirikan kuil (1134 SM) yang juga berfungsi sebagai pengobatan orang sakit dan perawatan dikerjakan oleh para budak-budak.
Orang-orang ternama dalam ketabiban antara lain
1. Hippocrates (hidup ± 400 SM) à bapak pengobatan dengan jasa :
- Dasar cara pengobatan sampai sekarang ini
- Penyakit bukan karena setan, melainkan rusaknya undang-undang alam
- Mengembangkan tehnik pemeriksaan badan
- Mengajarkan tentang makanan si sakit
- Menganjurkan supaya penderita sakit jiwa dirawat secara perikemanusiaan
- Mengajarkan tentang semangat pekerjaan, menghargai teman sejawat, , bertanggung jawab terhadap si sakit yang menjadi sumpah hypocrates
2. Plato
ahli filsafat Yunani, otak sebagai pusat kesadaran
3. Aristoteles
Ahli filsafat, ahli jiwa dan ilmu hayat

G. Roma
Rumah sakit Roma zaman purba di sebut valentrumdinari Roma yang terdapat di swiss ditemukan alat-alat perawatan ex. Peralatan untuk huknah pot-pot tempat selep. Juga ditemukan instrument untuk keperluan pembedahan ex : pisau, pincet, klem arteri, speculum. Tokoh terkenal Julius Caesar (101-44 SM). Seorang wali Negara yang pertama-tama mengakui guru-guru hygiene dan menganjurkan tentang kesehatan dan kebersihan

H. Irlandia
Pengetahuan tentang pengobatan telah diketahui lama SM. Tentang Rumah sakit, Seorang putri raja bernama Macha (abad ke 3) mendirikan rumah sakit untuk orang-orang miskin yang sakit. Nama RS tersebut Broin Beargh à rumah kesusahan

I. Amerika
Rumah sakit sederhana telah didirikan dikota besar oleh bangsa Asteken di Amerika Utara, sedang RS yang baik dan merupakan RS pertama didirikan pada tahun 1521 oleh cortez dari Mexico yaitu RS san Jesu Nazareno



Permulaan rumah sakit.

Agama Kristen berkembang di Roma, zaman pemerintahan constantyn yang agung (tahun 325).
à Mendirikan bangunan/tempat khusus untuk menampung orang terlantar orang sakit yang memerlukan pertolongan dan perawatan à xenodocheian = rumah tahu (xeno = tamu) dalam bahasan latin tamu; hospes à "Hospital"/rumah sakit
Monastic hospital
Adalah gabungan antara hospital/xenodochoion dnegan monastery. Disini orang yang sakit dirawat oleh non (wanita) dimana monastic hospital yang terkenal didirikan pada tahun 559, mempunyai kurang lebih 200 non. Bentuk dari monastic hospital :
- Bangsal untuk merawat orang sakit
- Bangunan untuk orang yang perlu pertolonga, orang cacat, miskin, yatim piatu
- Bangunan tempat tabib dan tempat monk-monk dan non
- Pekerjaan perawatan dikerjakan oleh non-non